Apem adalah Kue khas Cirebon yang dibuat khusus pada bulan Shafar. Makanan tersebut terbuat dari tepung beras yang diberi ragi, sehingga ketika di kukus akan terasa empuk. Dibuat dalam bentuk bulat maupun persegi empat. Apem merupakan kue tradisi yang biasa dibagi-bagikan pada bulan Shafar. Konon agar masyarakat diberi rakhmat oleh Allah swt dan terhindar dari kesialan
Masyarakat Cirebon percaya di bulan ini untuk menghindari melakuakan perjalanan jauh, perkerjaan yang cukup berbahaya. Dianjurkan di bulan ini banyak membantu orang lain dan memperbanyak sedekah khususnya untuk anak-anak yatim, para janda tua dan kaum jompo, dilain itu pula kita lebih meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi diantara sesama. Berkaitan dengan ini maka masyarakat Cirebon selama bulan ini melakukan 3 macam kegiatan yang dikenal dengan "Ngapem, Ngirab dan Rebo Wekasan".
“Ngapem” berasal dari kata apem, yaitu kue yang terbuat dari tepung beras yang dipermentasi. Apem dimakan disertai dengan pemanis (kinca) yang terbuat dari “gula jawa” (gula merah) dan santan. Umumnya masyarakat masih melakukan ini dengan membagi-bagikan ke tetangga yang intinya adalah bersyukur (slametan) di bulan Safar. Yang maknanya terhindar dari malapetaka.
Bulan Safar yang diyakini bulan yang penuh malapetaka yang kemungkinan bisa terjadi di antara kita. hal ini konon di yakini bahwa Sunan kalijaga untuk mencegah kemungkinan datangnya Rebo Wekasan beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati untuk membersihkan diri dari bala di hari Rebo Wekasan. Hal ini akhirnya di ikuti oleh masyarakat pada saat itu dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon.
Hingga kini masyarakat Cirebon di hari Rebo Wekasan mengunjungi petilasan Sunan Kalijaga. Dengan menggunakan perahu mereka menuju kalijaga dan melakukan mandi di tempat yang di yakini dulu Sunan kalijaga mandi. Adat ini disebut dengan "Ngirab" yang artinya bergerak atau menggerakan sesuatu untuk membuang yang kotor. Beberapa masyarakat masih meyakini adat ini dengan dengan serius secara sepiritual, akan tetapi kebanyakan orang hanya untuk rekreasi dan bersenang-senang saja untuk melupakan bulan yang penuh bala ini..
Rebo Wekasan yang merupakan hari yang sangat penting. Selepas Isya hingga Shubuh merupakan pergantian hari yg biasanya di pagi hari banyak anak-anak yang berkopiah dengan sarung yang di kalungkan ke badannya akan keliling dari rumah ke rumah untuk mensenandungkan nyanyian :
Masyarakat Cirebon percaya di bulan ini untuk menghindari melakuakan perjalanan jauh, perkerjaan yang cukup berbahaya. Dianjurkan di bulan ini banyak membantu orang lain dan memperbanyak sedekah khususnya untuk anak-anak yatim, para janda tua dan kaum jompo, dilain itu pula kita lebih meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi diantara sesama. Berkaitan dengan ini maka masyarakat Cirebon selama bulan ini melakukan 3 macam kegiatan yang dikenal dengan "Ngapem, Ngirab dan Rebo Wekasan".
“Ngapem” berasal dari kata apem, yaitu kue yang terbuat dari tepung beras yang dipermentasi. Apem dimakan disertai dengan pemanis (kinca) yang terbuat dari “gula jawa” (gula merah) dan santan. Umumnya masyarakat masih melakukan ini dengan membagi-bagikan ke tetangga yang intinya adalah bersyukur (slametan) di bulan Safar. Yang maknanya terhindar dari malapetaka.
Bulan Safar yang diyakini bulan yang penuh malapetaka yang kemungkinan bisa terjadi di antara kita. hal ini konon di yakini bahwa Sunan kalijaga untuk mencegah kemungkinan datangnya Rebo Wekasan beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati untuk membersihkan diri dari bala di hari Rebo Wekasan. Hal ini akhirnya di ikuti oleh masyarakat pada saat itu dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon.
Hingga kini masyarakat Cirebon di hari Rebo Wekasan mengunjungi petilasan Sunan Kalijaga. Dengan menggunakan perahu mereka menuju kalijaga dan melakukan mandi di tempat yang di yakini dulu Sunan kalijaga mandi. Adat ini disebut dengan "Ngirab" yang artinya bergerak atau menggerakan sesuatu untuk membuang yang kotor. Beberapa masyarakat masih meyakini adat ini dengan dengan serius secara sepiritual, akan tetapi kebanyakan orang hanya untuk rekreasi dan bersenang-senang saja untuk melupakan bulan yang penuh bala ini..
Rebo Wekasan yang merupakan hari yang sangat penting. Selepas Isya hingga Shubuh merupakan pergantian hari yg biasanya di pagi hari banyak anak-anak yang berkopiah dengan sarung yang di kalungkan ke badannya akan keliling dari rumah ke rumah untuk mensenandungkan nyanyian :
"Wur tawur nyi tawur, selamat dawa umur..." yang artinya " Bu, bagikan lah sesuatu ke kami semoga selalu sehat/aman dan panjang umur..." artinya bebas/selamat lah anda setelah hari Rebo terakhir ini.
Bisanya si empunya rumah akan menanyakan " Sing endi cung?" terus akan di jawab oleh mereka dari pesantren atau dari daerah mana mereka tinggal...Mereka biasanya berkelompok minimal dua atau tiga orang dan kadang berlima.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah membaca artikel di atas, Jangan Lupa Tinggalin Komentar